PERLAWANAN rakyat Sangasanga menggulingkan pemerintahan Kolonial Belanda pada 27 Januari 1947, termasuk salah satu sejarah menumental yang mengiringi kemerdekaan republik ini.
SELASA (27/1) kemarin merupakan Peringatan Merah Putih yang dilakukan untuk ke-62 kalinya. Namun, hingga kini sejumlah pelaku sejarah yang masih hidup, mengaku banyak hal yang perlu diluruskan, terkait perjuangan yang dilakukan rakyat Sangasanga saat itu.
Pelurusan yang paling mendasar ialah tugu monumen perjuangan di Kecamatan Sangasanga yang bernama Hasan Sulaeman. Menurut penuturan Hayana Anam Hawari (93), salah seorang pelaku sejarah, Hasan Sulaeman adalah salah satu KNIL.
KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda; het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger atau secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Meskipun KNIL melayani pemerintahan Hindia-Belanda, banyak di antara anggota-anggotanya yang adalah penduduk Indonesia.
Hal ini diungkapkannya saat beraudiensi dengan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, usai peringatan merah putih di Kecamatan Sangasanga Kukar, kemarin. "Kami minta kepada Gubernur dan sejumlah kalangan yang dapat mengambil kebijakan, untuk dapat meluruskan sejarah ini. Sebab hingga kini masih banyak kerabat pelaku sejarah yang tidak mendapat perlakuan seharusnya karena hal tersebut," ujar Hayana Anam Hawari.
Menanggapi hal ini, Gubernur berjanji akan segera membentuk tim independen untuk meluruskan sejarah tersebut. Ia menyebut, untuk segera mendapatkan data dan pelurusan sejarah yang akurat tentang perjuangan rakyat Sangasanga dalam mempertahankan daerahnya, bukan sesuatu yang mustahi.
"Apalagi ayah saya (Awang Ishak, Red) merupakan camat pertama di Sangasanga. Hingga kini masih banyak catatan beliau tentang daerah ini yang masih kami simpan," lanjutnya.
Gubernur menambahkan, pelurusan sejarah ini harus segera dilakukan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan unsur terkait, agar sejarah Sangasanga dimasukan ke dalam pelajaran di sekolah-sekolah.
Sementara itu, dalam Peringatan Merah Putih kemarin Gubernur menyebut, kondisi Sangasanga saat ini hendaknya dapat dijadikan pelajaran berharaga bagi generasi sekarang. Khususnya mengenai pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).
Maklum, dengan kekayaan sumber energi yang melimpah, dulunya Sangasanga merupakan kota kedua terbesar di Kaltim setelah Balikpapan. Hal inilah yang membuat pemerintah kolonial Belanda enggan meninggalkan kota minyak ini dan pada akhirnya pemicu perlawanan rakyat Sangasanga.
"Tapi sekarang apa? Anda bisa lihat, karena sumber dayanya sudah habis disedot, Sangasanga tak ubahnya hanya menjadi kota mati seperti saat ini. Bukan tidak mungkin kota-kota lainnya yang selama ini hanya mengandalkan kekayaan alamnya, juga akan mengalami hal serupa," ulasnya.
Untuk itulah Gubernur meminta, pemanfaatan kekayaan alam di Kaltim dapat dilakukan dengan bijak. "Agar kondisi serupa tak terjadi lagi. Bagaimana caranya peningkatan kualitas SDM harus menjadi prioritas utama," pungkasnya. (abdurrahman amin)





0 komentar:
Posting Komentar